Friday, August 29, 2008

Seputar Akhlak Rasulullah S.A.W

BismiLlah...

Tengah baca satu forum tadi, ana terjumpa satu artikel dari seorang penulis.. mengisahkan tentang akhlak seorang Nabi yang dikasihi..Rasulullah Sallallahu 'alaihi wassalam... boleh lah baca sampai habis..

Setelah Nabi wafat, seketika itu pula kota Madinah bising dengan tangisan umat Islam; antara percaya - tidak percaya, Rasul Yang Mulia telah meninggalkan para sahabat. Beberapa waktu kemudian, seorang arab badwi menemui Sayidina Umar ra dan dia meminta, "Ceritakan padaku akhlak Muhammad!". Umar menangis mendengar permintaan itu. Ia tak sanggup berkata apa-apa. Ia menyuruh Arab badwi tersebut menemui Sayidina Bilal ra. Setelah ditemui dan diajukan permintaan yg sama, Bilal pun menangis, ia tak sanggup menceritakan apapun. Bilal hanya dapat menyuruh orang tersebut menjumpai Ali bin Abi Thalib.

Orang Badwi ini mulai hairan. Bukankah Umar merupakan seorang sahabat senior Nabi, begitu pula Bilal, bukankah ia merupakan sahabat setia Nabi?. Mengapa mereka tak sanggup menceritakan akhlak Muhammad?. Dengan berharap-harap cemas, Badwi itu menemui pula Sayidina Ali kwj. Ali dengan linangan air mata berkata, "Ceritakan padaku keindahan dunia ini!." Badwi ini menjawab, "Bagaimana mungkin aku dapat menceritakan segala keindahan dunia ini..." Ali menjawab, "Engkau tak sanggup menceritakan keindahan dunia padahal Allah telah berfirman bahwa sungguh dunia ini kecil dan hanyalah senda gurau belaka, lalu bagaimana aku dapat melukiskan akhlak Muhammad, sedangkan Allah telah berfirman:

“sungguh Muhammad memiliki budi pekerti yang agung!” (QS. Al-Qalam[68]: 4)

Badwi ini lalu menemui Siti Aisyah r.a. Isteri Nabi yang sering disapa "Humairah" oleh Nabi ini hanya menjawab: “khuluquhu al-Qur'an (Akhlaknya Muhammad itu Al-Qur'an).” Seakan-akan Aisyah ingin mengatakan bahwa Nabi itu bagaikan Al-Qur'an berjalan. Badwi ini tidak puas hati, bagaimana mungkin dia segera menangkap akhlak Nabi kalau dia harus melihat ke seluruh kandungan Qur'an. Aisyah akhirnya menyarankan Badui ini untuk membaca Surah Al-Mu'minun[23]: 1-11.


Bagi para sahabat, masing-masing memiliki kesan tersendiri dari pergaulannya dengan Nabi. Kalau mereka diminta menjelaskan seluruh akhlak Nabi, linangan air matalah jawapannya, kerana mereka terkenang akan junjungan mereka. Paling-paling mereka hanya mampu menceritakan satu fragmen yang paling indah dan berkesan dalam interaksi mereka dengan Nabi akhir zaman ini.

Kembali kepada Aisyah. Ketika ditanya, bagaimana perilaku Nabi, Aisyah hanya menjawab, "Ah semua perilakunya indah." Ketika didesak lagi, Aisyah baru bercerita saat terindah baginya, sebagai seorang isteri. "Ketika aku sudah berada di tempat tidur dan kami sudah masuk dalam selimut, dan kulit kami sudah bersentuhan, suamiku berkata, 'Ya Aisyah, izinkan aku untuk menghadap Tuhanku terlebih dahulu.'" Apalagi yang dapat lebih membahagiakan seorang isteri, karena dalam sejumput episod tersebut terkumpul kasih sayang, kebersamaan, perhatian dan rasa hormat dari seorang suami, yang juga seorang utusan Allah.

Nabi Muhammad SAW jugalah yang membuahkan kegelisahan dihati Aisyah ketika menjelang subuh Aisyah tidak mendapati suaminya disampingnya. Aisyah keluar membuka pintu rumah. terkejut ia bukan kepalang, melihat suaminya tidur di depan pintu. Aisyah berkata, "Mengapa engkau tidur di sini?" Nabi Muhammmad menjawab, "Aku pulang sudah larut malam, aku khuatir mengganggu tidurmu sehingga aku tidak mengetuk pintu. itulah sebabnya aku tidur di depan pintu."

Mari berkata pada diri kita masing-masing. Bagaimana perilaku kita terhadap isteri kita? Nabi mengingatkan, "berhati-hatilah kamu terhadap isterimu, karena sungguh kamu akan ditanya di hari akhir tentangnya." Para sahabat pada masa Nabi memperlakukan isteri mereka dengan hormat, mereka takut kalau wahyu turun dan mengecam mereka.

Buat sahabat yang lain, fragmen yang paling indah ketika seorang sahabat tersebut terlambat datang ke Majlis Nabi SAW. Tempat sudah penuh sesak. Ia minta izin untuk mendapat tempat, namun sahabat yang lain tak ada yang mau memberinya tempat. Di tengah kebingungannya, Rasul SAW memanggilnya. Rasul memintanya duduk di dekatnya. Tidak cukup dengan itu, Rasul SAW pun melipat serbannya lalu diberikan pada sahabat tersebut untuk dijadikan alas tempat duduk. Sahabat tersebut dengan berlinangan air mata, menerima serban tersebut namun tidak menjadikannya alas duduk akan tetapi mencium serban Nabi. Senangkah kita kalau orang yang kita hormati, pemimpin yang kita junjung tiba-tiba melayani kita bahkan memberikan serbannya untuk tempat alas duduk kita. Bahkan memperolehi lambaian tangan dari pemimpin yang kita segani sudah cukup membuatkan kita bersuka cita. Begitulah akhlak Nabi, sebagai pemimpin ia ingin menyenangkan dan melayani bawahannya. Dan tengoklah diri kita. Kita adalah pemimpin, bahkan untuk lingkup paling kecil sekalipun, sudahkah kita meniru akhlak Rasul Yang Mulia.

Nabi Muhammad juga terkenal suka memuji sahabatnya. Sekiranya kita baca kitab-kitab hadis, kita akan kebingungan menentukan siapa sahabat yang paling utama. Terhadap Abu Bakar, Rasul selalu memujinya. Abu Bakarlah yang menemani Rasul ketika hijrah. Abu Bakarlah yang diminta menjadi Imam ketika Rasul sakit. Tentang Umar, Rasul pernah berkata, "Syaitan sangat takut dengan Umar, bila Umar melewati suatu lorong, maka Syaitan akan melewati lorong yang lain." Dalam riwayat lain disebutkan, "Nabi bermimpi meminum susu. Belum habis satu gelas, Nabi memberikannya pada Umar yang meminumnya sampai habis. Para sahabat bertanya, Ya Rasul apa maksud (ta'wil) mimpimu itu? Rasul menjawab ilmu pengetahuan." Tentang Uthman, Rasul sangat menghargai Uthman, kerana itu Utsman menikahi dua putri nabi, hingga Utsman dijuluki dgn panggilan dzun Nurain (pemilik dua cahaya). Mengenai Ali, Rasul bukan saja menjadikannya ia menantu, tetapi banyak sekali riwayat yang menyebutkan keutamaan Ali. Antara hadith yg masyhur "Aku ini kota ilmu, dan Ali adalah pintunya."

Lihatlah diri kita sekarang. Bukankah jika ada seorang rakan yang punya sembilan kelebihan dan satu kekurangan, maka kita jauh lebih tertarik berjam-jam untuk membicarakan yang satu itu dan melupakan yang sembilan. Ah...ternyata kita belum suka memuji; kita masih suka mencela. Ternyata kita belum mengikuti sunnah Nabi.

Para sahabatpun pernah ditegur oleh Allah ketika mereka berlaku tak sopan pada Nabi. Alkisah, rombongan Bani Tamim menghadap Rasul SAW. Mereka ingin Rasul menunjuk pemimpin buat mereka. Sebelum Nabi memutuskan siapa, Abu Bakar berkata: "Angkat Al-Qa'qa bin Ma'bad sebagai pemimpin." Kata Umar, "Tidak, angkatlah Al-Aqra' bin Habis." Abu Bakar berkata kepada Umar, "Kamu hanya ingin membantah aku saja," Umar menjawab, "Aku tidak bermaksud membantahmu." Keduanya berbantahan sehingga suara mereka terdengar makin keras. Waktu itu turunlah ayat:

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya. Takutlah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha Mendengar dan maha Mengetahui. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menaikkan suaramu di atas suara Nabi. janganlah kamu mengeraskan suara kamu dalam percakapan dengan dia seperti mengeraskan suara kamu ketika bercakap sesama kamu. Nanti hapus amal-amal kamu dan kamu tidak menyedarinya” (al-hujurat 1-2)

Setelah mendengar teguran itu Abu Bakar berkata, "Ya Rasulullah, demi Allah, sejak sekarang aku tidak akan berbicara denganmu kecuali seperti seorang saudara yang membisikkan rahsia." Umar juga berbicara kepada Nabi dengan suara yang lembut. Bahkan dikhabarkan setelah peristiwa itu Umar banyak sekali bersedekah, karena takut amal yang lalu telah terhapus. Para sahabat Nabi takut akan terhapus amal mereka karena melanggar adab berhadapan dengan Nabi.

Dalam satu kesempatan lain, ketika di Makkah, Nabi didatangi utusan pembesar Quraisy, Utbah bin Rabi'ah. Ia berkata pada Nabi, "Wahai kemenakanku, kau datang membawa agama baru, apa yang sebetulnya kau kehendaki. Jika kau kehendaki harta, akan kami kumpulkan kekayaan kami, Jika Kau inginkan kemuliaan akan kami muliakan engkau. Jika ada sesuatu penyakit yang dideritamu, akan kami carikan ubat. Jika kau inginkan kekuasaan, biar kami jadikan engkau penguasa kami" Nabi mendengar dengan sabar kata-kata tokoh musyrik ini. Tidak sekalipun baginda membantah atau memotong pembicaraannya. Ketika Utbah berhenti, Nabi bertanya, "Sudah selesaikah, Ya Abal Walid?" "Sudah." kata Utbah. Nabi membalas ucapan utbah dengan membaca surat Fushilat. Ketika sampai pada ayat sajdah, Nabi bersujud. Sementara itu Utbah duduk mendengarkan Nabi sampai menyelesaikan bacaannya.
.

Dalam suatu kesempatan menjelang akhir hayatnya, Nabi berkata pada para sahabat, "Mungkin sebentar lagi Allah akan memanggilku, aku tak ingin di padang mahsyar nanti ada diantara kalian yang ingin menuntut balas karena perbuatanku pada kalian. Bila ada yang keberatan dengan perbuatanku pada kalian, ucapkanlah!" Sahabat yang lain terdiam, namun ada seorang sahabat yang tiba-tiba bangkit dan berkata, "Dahulu ketika engkau memeriksa barisan di saat ingin pergi perang, kau meluruskan posisi aku dengan tongkatmu. Aku tak tahu apakah engkau sengaja atau tidak, tapi aku ingin menuntut qisas hari ini." Para sahabat lain terpegun, tidak menyangka ada yang berani berkata seperti itu. Dikatkan Umar langsung berdiri dan siap sedia untuk "membereskan" orang itu. Nabi melarangnya. Nabi pun menyuruh Bilal mengambil tongkat ke rumah Nabi. Siti Aisyah yang berada di rumah Nabi kehairanan ketika Nabi meminta tongkat. Setelah Bilal menjelaskan peristiwa yang terjadi, Aisyah pun semakin hairan, mengapa ada sahabat yang berani berbuat senekad itu setelah semua yang Rasul berikan pada mereka. Rasul memberikan tongkat tersebut pada sahabat itu seraya menyingkapkan bajunya, sehingga terlihatlah perut Nabi. Nabi berkata, "lakukanlah!" Detik-detik berikutnya menjadi sangat menegangkan. Tetapi terjadi suatu keanehan. Sahabat tersebut malah menciumi perut Nabi dan memeluk Nabi seraya menangis, "Sungguh maksud tujuanku hanyalah untuk memelukmu dan merasakan kulitku bersentuhan dengan tubuhmu!. Aku ikhlas atas semua perilakumu wahai Rasulullah." Seketika itu juga terdengar ucapan, "Allahu Akbar" berkali-kali. sahabat tersebut tahu, bahwa permintaan Nabi itu tidak mungkin diucapkan kalau Nabi tidak merasa bahwa ajalnya semakin dekat. Sahabat itu tahu bahwa saat perpisahan semakin dekat, ia ingin memeluk Nabi sebelum Allah memanggil Nabi.

Suatu pelajaran lagi buat kita. Menyakiti orang lain baik hati maupun badannya merupakan perbuatan yang amat tercela. Allah tidak akan memaafkan sebelum yang kita sakiti memaafkan kita. Rasul pun sangat hati-hati karena khuaatir ada orang yang beliau sakiti. Pedulikah kita bila ada orang yang kita sakiti menuntut balas nanti di padang Mahsyar di depan Hakim Yang Maha Agung ditengah jutaan umat manusia. Jangan-jangan kita menjadi orang yang muflis. Na'udzu billah...

Nabi Muhammad ketika saat haji Wada', di padang Arafah yang terik, dalam keadaan sakit, masih menyempatkan diri berpidato. Di akhir pidatonya itu Nabi dengan dibalut serban dan tubuh yang menggigil berkata, "Nanti di hari pembalasan, kamu akan ditanya oleh Allah apa yang telah aku, sebagai Nabi, perbuat pada kalian. Jika kalian ditanya nanti, apa jawaban kalian?" Para sahabat terdiam dan ada dikalangan mereka yang menitiskan air mata. Nabi melanjutkan, "Bukankah telah kujalani hari-hari bersama kamu dengan lapar, bukankah telah kutaruh beberapa batu diperutku karena menahan lapar bersama kamu, bukankah aku telah bersabar menghadapi kejahilan kamu, bukankah telah ku sampaikan pada kamu wahyu dari Allah...?" Untuk semua pertanyaan itu, para sahabat menjawab, " Ya! Benar dan kami menyaksikannya ya Rasulullah!" Rasul pun mendongakkan kepalanya ke atas, dan berkata, "Ya Allah saksikanlah...Ya Allah saksikanlah...Ya Allah saksikanlah!". Nabi meminta kesaksian Allah bahwa Nabi telah menjalankan tugasnya.

Begitulah kehidupan para Sahabat bersama Rasulullah. Tiada cacat celanya Rasulullah!, Pemurahnya Rasulullah!. Penyayangnya Rasulullah! Sopan santunnya Rasulullah! Lemah lembutnya Rasulullah! Baiknya.... Baiknya Rasulullah!. Sememangnya baginda pantas disanjung para sahabatnya, dicintai, dipuja , di tangisi permergian baginda, dirindui pula pertemuan dengan baginda, bagi mereka yang mencintai baginda.

Jauh disudut hati saya pun meminta Allah menyaksikan bahwa kita mencintai Rasulullah."Ya Allah saksikanlah betapa kami mencintai Rasul-Mu, betapa kami sangat ingin bertemu dengan kekasih-Mu, betapa kami sangat ingin menuruti semua perilakunya yang indah; semua budi pekertinya yang agung, betapa kami sangat ingin dibangkitkan nanti di padang Mahsyar bersama Nabiyullah Muhammad, betapa kami sangat ingin ditempatkan di dalam syurga yang sama dengan syurga Nabi kami. Ya Allah saksikanlah... Ya Allah, saksikanlah! Ya Allah, saksikanlah"

Rujukan Utama:

1) Sirah Ibnu Hisyam, Abd. Malik bin Hisyam.
2) Rahiqul Makhtum; Sirah Rasulullah SAW, Safiyyu Rahman Al Mubarakfuri
3) Muhammad SAW;Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber-sumber klasik, Abu Bakar Sirajuddin.

No comments: